Dapatkah Suami-Istri Mendirikan PT?

Pada prinsipnya, suami-istri tidak dapat mendirikan PT secara bersama-sama disebabkan suami-istri dianggap sebagai 1 subjek hukum dalam artian kepemilikan harta benda selama perkawinan. Namun, jika terdapat perjanjian perkawinan di antara keduanya, maka mereka dapat mendirikan PT secara bersama-sama. Mengapa demikian?

Pada dasarnya dalam suatu pernikahan, suami istri dianggap memiliki satu kepentingan yang sama dikarenakan tujuan dari mereka menikah adalah untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal, dengan suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga (lihat Pasal 1 No. 31 ayat (3) Undang-undang Perkawinan). Selain itu, pada Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Perkawinan juga terdapat pengaturan harta bersama yang menyebutkan bahwa harta benda yang diperoleh suami dan istri selama perkawinan menjadi harta bersama. Oleh karena itu, dengan melihat persamaan kepentingan dan pencampuran harta ini, maka suami istri dianggap sebagai 1 subjek hukum dalam artian kepemilikan harta benda selama perkawinan atau dengan kata lain dianggap sebagai 1 pihak.

Akan tetapi, pada Pasal 36 jo. 29 ayat (1) Undang-undang Perkawinan diatur bahwa suami istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak untuk mengadakan perjanjian tertulis atau biasa disebut sebagai perjanjian perkawinan. Dalam praktiknya, biasanya perjanjian perkawinan ini bertujuan untuk mengatur pemisahan harta benda suami istri selama perkawinan berlangsung, sehingga dengan adanya perjanjian perkawinan ini, Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Perkawinan dapat dikesampingkan.

Selain itu, perjanjian perkawinan juga mengakibatkan harta benda yang diperoleh dari masing-masing pihak (suami istri) menjadi hak masing-masing suami istri tersebut sehingga baik suami ataupun istri dapat melakukan perbuatan hukum atas harta benda yang diperolehnya tersebut. Oleh karena itu, suami istri dianggap sebagai 2 subjek hukum dalam artian kepemilikan harta benda selama perkawinan atau dengan kata lain dianggap sebagai 2 pihak.

Sedangkan, Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.

Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas, PT didirikan oleh 2 orang atau lebih dikarenakan pada dasarnya sebagai badan hukum, PT didirikan berdasarkan perjanjian. Selain itu, pada Pasal 7 ayat (2) diatur pula bahwa setiap pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat PT didirikan.

Lebih lanjut dijelaskan pada Pasal 7 ayat (5) bahwa setelah PT memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dua orang, maka dalam jangka waktu maksimal 6 bulan terhitung sejak keadaan tersebut, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau PT mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

Berdasarkan prinsip pendirian PT di atas yang mensyaratkan bahwa PT didirikan minimal oleh 2 orang pendiri, maka suami istri yang tidak memiliki perjanjian perkawinan tidak diperbolehkan mendirikan PT dikarenakan dianggap sebagai 1 subjek hukum dalam artian kepemilikan harta benda selama perkawinan, yang berarti hanya memiliki satu sumber harta yaitu harta bersama. Sedangkan PT adalah persekutuan modal. Oleh karena itu, bila suami istri yang bersangkutan tetap berkeinginan mendirikan PT, maka mereka dapat mencari 1 investor lain untuk menjadi pendiri lain dalam PT tersebut.

Berbeda dengan suami istri yang memiliki perjanjian perkawinan, yang pada pokoknya mengatur tentang pemisahan harta benda mereka selama perkawinan, maka suami istri tersebut dianggap sebagai 2 subjek hukum dalam artian kepemilikan harta benda selama perkawinan, sehingga hal tersebut memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas.