Jika Kamu Tertarik Bisnis Fintech, Perhatikan Dulu 6 Hal Ini!

Era digital kini sudah hampir merambah ke berbagai sektor, tak terkecuali pada bidang keuangan. Layanan keuangan seperti pinjam meminjam, investasi, transfer, ataupun asuransi dapat dilakukan secara online sehingga semakin memudahkan masyarakat dalam melakukan layanan-layanan tersebut. Inovasi di bidang layanan keuangan inilah yang dikenal dengan sebutan Fintech (Financial Technology).

Jumlah pengguna Fintech di Indonesia terus bertambah, dari awalnya 7% pada tahun 2006-2007 menjadi 78% pada tahun 2017. Hal ini menyebabkan semakin berjamurnya perusahaan-perusahaan yang menyediakan layanan di bidang Fintech ini. Menanggapi fenomena tersebut, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 (POJK 77) yang mengatur mengenai Fintech. Maka untuk kamu yang tertarik dan juga berminat mendirikan perusahaan layanan Fintech, inilah 6 hal yang perlu kamu perhatikan:

  1. Bentuk Perusahaan
  2. Syarat utama bagi Kamu yang akan mendirikan perusahaan berbasis Fintech adalah perusahaan Kamu harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Hal ini diatur dalam POJK 77 Pasal 2 Ayat (2).

  3. Pemilik Perusahaan dan Kepemilikan Saham
  4. Perusahaan berbasis Fintech dapat didirikan dan dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum Indonesia dan/atau Warga Negara Asing (WNA) atau badan hukum asing. Akan tetapi, kepemilikan saham bagi warga negara atau badan hukum asing dibatasi maksimal 85%.

  5. Modal
  6. Berbeda dengan ketentuan UU Perseroan Terbatas yang mengatur bahwa modal dasar yang harus dimiliki untuk pendirian PT lokal atau PT biasa paling sedikit sejumlah Rp 50 juta, dengan 25% dari modal dasar tersebut harus ditempatkan dan disetor penuh, maka modal yang harus dimiliki untuk pendirian PT berbasis Fintech memerlukan jumlah yang lebih besar lagi.

    POJK No. 77 mengatur bahwa perusahaan yang ingin berkecimpung di bisnis Fintech ini, baik untuk yang berbentuk PT maupun Koperasi harus memiliki modal disetor atau modal pribadi minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran. Selanjutnya, modal tersebut harus bertambah minimal menjadi Rp 2,5 miliar pada saat perusahaan mengajukan permohonan perizinan.

    Mengenai bukti penyetoran modal ditentukan bahwa PT atau Koperasi yang akan mengajukan izin untuk layanan Fintech ke OJK harus melampirkan fotokopi bukti pemenuhan permodalan yang dilegalisasi dan masih berlaku selama proses permohonan perizinan. Sehingga jika proses perizinan di OJK belum selesai, maka modal yang disetorkan tidak bisa diambil untuk menjalankan operasional PT atau Koperasi.

  7. Pendaftaran dan Perizinan
  8. Setiap PT atau Koperasi yang telah melakukan kegiatan layanan Fintech harus mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK paling lambat 6 bulan setelah POJK 77 berlaku. Setelah terdaftar di OJK, PT atau Koperasi tersebut harus mengajukan permohonan izin dalam jangka waktu maksimal 1 tahun sejak tanggal terdaftar di OJK.

    Mengenai pendaftaran PT atau Koperasi berbasis Fintech, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pendiriannya. Pertama, pada saat pembuatan akta pendirian dan anggaran dasar harus dicantumkan kegiatan usaha perusahaan tersebut sebagai perusahaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah PT atau Koperasi tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha lainnya. Artinya, PT dan Koperasi yang menyediakan layanan Fintech hanya boleh melakukan satu kegiatan usaha, yaitu layanan Fintech tersebut.

    Oleh karena itu, dari pembuatan akta hingga perizinan untuk perusahaan yang menyelenggarakan layanan Fintech bersifat khusus. Harus dipastikan kegiatan usaha yang dicantumkan dalam akta pendirian tidak tercampur dengan kegiatan usaha lainnya karena hal ini akan menyebabkan proses pendaftaran dan perizinan perusahaan tidak akan diterima.

  9. Pemberi, Penerima, dan Pemberian Pinjaman
  10. Penerima pinjaman dalam hal ini hanya untuk warga negara atau badan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Sedangkan untuk pemberi pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri. Mengenai penerima dan pemberi pinjaman, PT atau Koperasi yang memberikan layanan Fintech dilarang bertindak sebagai pemberi dan penerima pinjaman tersebut.

    Mengenai pemberian pinjaman, OJK membatasi total pemberian pinjaman dana kepada setiap penerima pinjaman maksimal Rp 2 miliar. Dalam layanan Fintech ini, wajib menggunakan escrow account dan virtual account. Hal ini bertujuan untuk pelarangan bagi PT atau Koperasi yang memberikan layanan Fintech melakukan penghimpunan dana masyarakat melalui rekening pribadinya.

  11. Tempat Usaha
  12. Sebagai usaha yang diharuskan berbentuk badan hukum, maka persyaratan pendirian perusahaan yang menyelenggarakan layanan Fintech harus melampirkan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Hal ini diatur pada POJK 77 bahwa salah satu persyaratan pendaftaran adalah harus melampirkan surat keterangan domisili dari instansi yang berwenang.

Hal ini semakin dipertegas dengan salah satu persyaratan perizinan yang diatur pada POJK 77, bahwa pada perizinan harus dilampirkan bukti kepemilikan atau penguasaan gedung dan ruangan kantor atau unit layanan, berupa sertifikat hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai atas nama PT atau Koperasi yang bersangkutan, atau perjanjian sewa gedung/ruangan. Jadi jelas, bahwa PT atau Koperasi yang memberikan layanan Fintech harus memiliki kantor fisik sebagai tempat usaha.